top of page

Studi Kasus 1

Many Clicks but Little Sticks: Social Media Activism in Indonesia


Indonesia dijuluki sebagai “Bangsa Twitter” di mana Indonesia dijuluki sebagai pecandu Twitter terbanyak di dunia. Indonesia tergila-gila dengan jejaring sosial online, tetapi semua Tweeting, SMS, dan segala aktifitas mengetik tidak hanya untuk bersenang-senang. Melainkan juga digunakan sebagai alat untuk perubahan. Pentingnya media sosial dalam menghasilkan gerakan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya di dalam masyarakat "jejaring sosial-pecandu online" (Shubert 2009). Dalam beberapa kasus yang menjadi trend di masyarakat, sebagian besar masyarakat belum menunjukkan kemampuan literasi digital yang baik. Fakta tersebut diperkuat saat terjadi beberapa kasus, masyarakat cenderung ingin update mengenai berbagai informasi yang diterima setiap harinya dengan cara menge’like’ ataupun mengeshare informasi tanpa mengetahui manfaat dan dampak dar tindakan tersebut bagi orang lain yang menerima pesan. Masyarakat hanya aktif dalam bermedia sosial namun tidak menunjukkan aksi nyata dalam membantu kasus yang terjadi di dalam masyarakat. Beberapa kasus yang buming di media sosial menunjukkan bahwa aktivisme media sosial dapat berhasil dalam memobilisasi dukungan massa dengan merangkul narasi yang disederhanakan, simbol populer, dan lowrisk kegiatan. Di bagian selanjutnya, terdapat pula kasus-kasus yang gagal mendapatkan dukungan massa.


STUDI KASUS

  1. TOKEK VS BUAYA AKA KPK VS POLRI

Ulasan Singkat Berita :

Pada bulan September 2009, dua wakil ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, yang telah ditangguhkan pada bulan Juli, ditangkap atas tuduhan pemerasan dan penyuapan terhadap Ari Muladi dan Edi Sumarsono. Namun mereka membantah tuduhan itu, mengatakan mereka dijebak untuk melemahkan KPK. Polri melakukan lompatan logika yang tidak bertanggung jawab dengan memberikan bukti-bukti kesaksian Ari Muladi menerima uang dari Anggodo Anggoro, bukti kuitansi bahwa Ari Muladi menerima uang. Namun tidak ada bukti bahwa Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto menerima uang baik secara langsng maupun tidak langsung dari Ari Muladi. Pihak penyidik hanya memberikan bukti berupa catatan buku tamu Ari Muladi yang pernah mengunjungi KPK, maka terbuktilah pimpinan KPK tersebut menerima uang dari Anggoro.


Hasil Studi Kasus :

Melihat kasus yang marak terjadi dalam media sosial dan televisi tersebut, masyarakat dapat berpikir secara kritis untuk memilah antara yang benar dan yang salah. Indonesia sudah menunjukkan sikap cerdas dan cermat dalam mengamati informasi ataupun berbagai pernyataan yang distortif yang dapat mengundang berbagai polimik pro dan kontra yang tidak perlu. Yang kemudian ditanyangkan melalui media terutama televisi dan media sosial lainnya yang menilai tuduhan Chandra Hamzah dan Bibit Samad sebagai rekayasa. Strategi penyidikan yang tidak dianggap tidak pantas serta tidak memiliki dasar/validitas yang lemah untuk mengkriminalkan/menuduh seseorang seseorang Sehingga masyarakat menunjukkan dukungan mereka melalui kampanye online. Pada Juli 2009 segera setelah kasus melawan KPK muncul di mainstream media, khususnya televisi. Gerakan 1.000.000 Facebooker Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Riyanto diluncurkan.


Slogan CICAK - yang berarti tokek tetapi juga sebuah singkatan Cinta Indonesia CintA Kpk (Cinta Indonesia Cinta KPK) melambangkan dukungan untuk KPK yang muncul diberbagai media online, berbagai dukungan masyarakat dalam bentuk jingle, video rap Jawa di youtube yang dibagikan sebagai nada dering, kartun online, komik, dan poster dengan penggambaran "Tokek vs buaya" segera menjamur secara online. Bahkan 5.000 Facebook muncul di jalanan dari Jakarta menunjukkan dukungan untuk "tokek." Hal tersebut diikuti oleh demonstrasi di beberapa kota lain untuk mendukung kedua orang itu. Akhirnya dengan dukungan massa tersebut pada 3 Desember 2009, publik melihat tekanan tuduhan terhadap Bibit dan Chandra mengalami penurunan.








bottom of page